rss

Senin, 26 Oktober 2009

Mengenal Khawarij

Khawarij adalah firqah pertama yang menyempal dari jama’ah muslimin dan memiliki pengikut yang tidak kecil serta memiliki sejarah berdarah yang cukup panjang dengan kaum muslimin.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Yang pertama menyempal dari jamaah muslimin, yang merupakan ahlul bid’ah, adalah Khawarij Al Maariqun“[1].

Mereka menyempal dalam permasalahan i’tikad sehingga menjadi contoh bagi gerakan revolusi berdarah dalam sejarah politik Islam yang membuat sibuk kekhilafahan Islam dalam tempo yang sangat panjang.

Disamping itu, firqah ini masih eksis (ada) dan memiliki kekuatan sampai saat ini di negara Oman, Zanjibar (satu wilayah negara Tanzania), timur Afrika dan di sekitar negara Maroko, Tunisia, Libiya dan Al Jaza’ir dengan madzhab Ibadhiyah-nya. Demikian juga pemikiran dan keyakinan mereka masih banyak mengotori pemikiran dan keyakinan kaum muslimin hingga saat ini.

Sekilas Sejarah Munculnya Khawarij

Pemikiran dan cikal bakal kelompok khawarij telah ada di zaman nabi yaitu dengan kemunculan Dzul Khuwaishirah, sehingga Ibnul Jauzi menyatakan: “Dzul Khuwaishirah adalah khawarij pertama yang keluar dalam islam. Penyakitnya adalah ridha dengan pemikiran pribadinya. Seandainya ia diam pasti akan tahu bahwa tidak ada pemikiran yang benar yang menyelisihi pendapat Rasulullah. Pengikut orang inilah yang memerangi Ali bin Abu Thalib”[2].

Kemudian berkembang dan memulai gerakannya dengan memberontak terhadap kekhilafahan Utsman bin Affan Radhiallahu’anhu dan berhasil membunuh beliau. Kemudian kelompok khawarij ini menjadi satu kelompok resmi pada tanggal 10 Syawal tahun 37 H dengan membai’at Abdullah bin Wahb Al Raasibi sebagai pemimpin mereka.[3]

Kemudian imam Ali bin Abi Thalib Radhiallah’anhu memerangi mereka di daerah Al Nahrawaan hingga tersisa sedikit dan melarikan diri kebeberapa daerah. Tentang hal ini Al Baghdadi menceritakan: “Terbunuh orang-orang khawarij pada hari itu hingga hanya tersisa sembilan orang. Dua orang dari mereka lari ke daerah Sajistaan dan dari pengikut keduanya muncul Khawarij Sajistaan, dua orang lagi lari ke Yaman dan dari pengikutnya muncul sekte Ibadhiyah di Yaman. Dua orang lainnya lari ke Omaan dan muncul dari pengikutnya Khawarij Omaan dan dua yang lainnya lari kedaerah Al Jazirah dan muncul dari pengikutnya Khawarij Al Jaziroh. Tinggal seorang lari kedaerah Tel Muzan”[4].

Khawarij inilah yang bertanggung jawab atas fitnah perpecahan pertama dan pembunuhan kaum muslimin. Hal ini karena mereka memiliki pemikiran Takfir yang sesat. Mereka mengkafirkan para penguasa muslimin dan membunuh sebagian mereka. Mereka melakukan pembunuhan terhadap menantu Rasulullah, Utsman bin Affaan, Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhum dan yang lainnya dari kalangan para sahabat dan kaum muslimin. Benarlah yang dikatakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ

“(Kaum Khawarij) memerangi kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala”

Kemudian mereka berkembang dan pecah menjadi beberapa sekte, diantaranya Al Azaariqah, Al Najdaat, Al Sholihiyah dan Al Ibadhiyah yang sekarang masih eksis dibeberapa Negara.

Sebab penyimpangan Khawarij[5]

Diantara sebab-sebab penyimpangan Khawarij adalah:

1. Bodoh dan tidak faham tafsir Al Qur’an. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Bid’ah pertama terjadi seperti bidah khawarij hanyalah disebabkan kesalah fahaman mereka terhadap Al Qur’an, tidak ada maksud menentangnya, namum mereka memahami dari Al Qur’an dengan salah sehingga meyakini bahwa sesuatu itu mengharuskan pengkafiran para pecandu dosa, karena mukmin itu hanyalah yang baik dan takwa. Mereka menyatakan: ‘Siapa yang tidak baik dan takwa maka ia kafir dan kekal dineraka’. Kemudian menyatakan: ‘Utsman, Ali dan orang yang mendukung mereka bukan mukmin, Karena mereka berhukum dengan selain hukum Islam’. Sehingga kebidahan mereka memiliki alur sebagai berikut:
Pertama : Siapa yang menyelisihi Al Qur’an dengan amalannya atau pendapat yang salah, maka ia telah kafir.
Kedua: Ali dan Utsman dan semua yang mendukung keduanya dulu berbuat demikian”.[6]
2. Tidak mengikuti Sunnah dan pemahaman para sahabat dalam menerapkan Al Qur’an dan Sunnah. Al Imam Al Bukhari menyatakan:

كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Ibnu Umar memandang mereka (Khawarij) sebagai makhluk terjelek dan menyatakan: ‘Sunguh mereka mengambil ayat-ayat yang turun untuk orang kafir lalu menerapkannya untuk kaum mukminin“.
3. Wara’ tanpa ilmu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Sikap wara’ ini menjerumuskan pemiliknya ke kebidahan besar, karena khawarij bersikap wara’ dari kedzaliman dan dari semua yang mereka yakini kedzaliman dengan bercampur baur dengan kedzaliman tersebut menurut prasangka mereka hingga mereka meninggalkan kewajiban berupa shalat jum’at, jamaah, haji dan jihad (bersama kaum muslimin) serta sikap menasehati dan rahmat kepada kaum muslimin. Pemilik wara’ seperti ini telah diingkari para imam, seperti imam empat madzhab”[7].Kemudian beliau menjelaskan bahwa sikap wara’ tidak lurus tanpa disertai ilmu yang banyak dan pemahaman yang baik dalam pernyataan beliau: “Oleh karena itu orang yang bersikap wara’ membutuhkan ilmu yang banyak terhadap Al Qur’an dan Sunnah dan pemahaman yang benar terhadap agama. Bila tidak, maka sikap wara’ yang rusak tersebut merusak lebih banyak dari kebaikannya. Sebagaimana dilakukan ahlu bid’ah dari Khawarij dan selainnya”.
4. Memandang satu kesatuan antara kesalahan dan dosa. Mereka menganggap kesalahan dan dosa satu hal yang tidak mungkin terpisah. Sehingga seorang yang berbuat salah menurut mereka pasti berdosa. Syaikhul Islam menyatakan: ” Orang-orang sesat menjadikan kesalahan dan dosa satu kesatuan yang tidak terpisahkan”. Kemudian beliau berkata: “Dari sini muncullah banyak sekte ahlil bid’ah dan sesat. Ada sekelompok mereka yang mencela salaf dan melaknat mereka dengan keyakinan para salaf tersebut telah berbuat dosa dan pelaku dosa tersebut pantas dilaknat bahkan terkadang mereka menghukuminya sebagai fasik atau kafir, sebagaimana dilakukan khawarij yang mengkafirkan, melaknat dan menghalalkan memerangi Ali bin Abi Thalib dan ‘Utsman bin Affaan serta orang-orang yang loyal terhadap keduanya”. [8].
5. Keliru dan rancu memahami wasilah dan maqaasid (tujuan syar’i). contohnya amar ma’ruf nahi mungkar adalah sesuatu yang dituntut dalam syari’at (Mathlab Syar’i) yang memiliki ketentuan, batasan dan wasilah (sarana) tertentu. Kaum Khawarij dengan sebab berpalingnya mereka dari Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjadikan yang mungkar menjadi ma’ruf dan sebaliknya yang yang ma’ruf jadi mungkar. Oleh karena itu Syaikhul Islam menyatakan: “Kebidahan yang pertama kali muncul dan paling dicela dalam Sunnah dan atsar adalah bidah khawarij. Mereka memiliki dua kekhususan masyhur yang membuat mereka menyempal dari jamaah muslimin dan imam mereka:
Pertama: keluar dari Sunnah dan mereka jadikan yang tidak jelek dianggap kejelekan dan yang tidak baik dianggap kebaikan.
Kedua: pada Khawarij dan ahli bidah, mereka mengkafirkan orang lain hanya dengan sebab perbuatan dosa dan kejelakan. Konsekuensi dari vonis kafir dengan sebab perbuatan dosa ini adalah menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka dan (menganggap) negeri Islam negeri kafir dan negeri mereklah negeri iman”[9].

Pemikiran dan Aqidah Khawarij

Diantara pemikiran dan aqidah Khawarij yang terkenal adalah:

1. Mengkafirkan pelaku dosa besar dan memberlakukan hukum orang kafir didunia dan akhirat padanya. Abul Hasan Al ‘Asy’ari ketika menceritakan pokok ajaran khawarij menyatakan: “Mereka (Khawarij) seluruhnya sepakat menyatakan semua dosa besar adalah kekufuran kecuali sekte Al Najdaat; mereka tidak berpendapat demikian”.[10]
2. Mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dan memaksa orang lain mengikuti kebidahannya. Setelah itu menghalalkan darah dan harta orang yang menyelisihinya.[11] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dan menghalalkan darinya –dengan dalih telah murtad menurut anggapan mereka- sesuatu yang tidak pernah mereka halalkan dari orang kafir asli, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :

يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ”

Memerangi kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala (Ahlul Autsan)“.[12]
3. Mengingkari adanya syafaat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap pelaku dosa besar yang belum bertaubat sebelum wafatnya.
4. Mencari-cari kesalahan para ulama salaf dan salafi, karena mereka memandang para ulama tersebut sebagai batu sandungan dalam jalan mewujudkan tujuan mereka.[13]
5. Membenci kaum muslimin dan mengkafirkan mereka serta menghalalkan darah dan harta mereka.
6. Mencari kesalahan pemerintah yang sah (Waliyul Umur) dan mengajak orang banyak untuk menyerangnya kemudian mencela pemerintah dan mengkafirkan mereka.[14]
7. Mewajibkan menggulingkan pemimpin (pemerintah) yang berbuat dzolim dan jahat dan melarang mereka menjadi penguasa dengan segala cara yang mereka mampui, baik dengan kekerasan senjata atau tidak. Abul Hasan Al Asy’ari menuliskan catatan tentang khawarij: “Mereka memandang (wajib) menggulingkan penguasa yang lalim dan mencegah mereka menjadi penguasa dengan segala cara yang mereka mampui , dengan pedang atau tidak denga pedang”[15]. Sedangkan Ibnul Jauzi menyatakan: “Terus saja Khawarij memberontak terhadap pemerintah. Mereka memiliki beraneka ragam madzhab. Pengikut Naafi’ bin Al Azraq menyatakan: Kami masih musyrik selama masih berada di negeri syirik, apa bila kami memberontak maka kami menjadi muslim. Mereka juga menyatakan: Orang yang menyelisihi kami dalam madzhab adalah musyrik, pelaku dosa besar adalah musyrik dan orang yang tidak terlibat ikut serta bersama mereka dalam perang adalah orang kafir. Mereka menghalalkan pembunuhan wanita dan anak-anak kaum muslimin dan memvonis mereka dengan syirik”[16].

Demikian sekilas tentang Khawarij. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita semua dari pemikiran, aqidah dan fitnah mereka ini.

Referensi:

1. Al Khawarij, Tarikhuhum Wa Araauhum Al I’tiqadiyah Wa Mauqif Al Islam Minha, DR. Ghalib bin ‘Ali ‘Awaji
2. Al Takfir wa Dhawaabithuhu, Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Al Ruhaili, cetakan pertama tahun1426H, Dar Al Imam Al Bukhari
3. Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyaan Wal Madzaahib Wal Ahzaab Al Mu’asharah
4. Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah
5. Majalah Umati edisi 13/Sya’bah 1426-September 2005M



Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com

[1] Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyaan Wal Madzaahib Wal Ahzaab Al Mu’asharah, 1/53.

[2] Talbis Iblis, hal 90.

[3] Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyaan Wal Madzaahib Wal Ahzaab Al Mu’asharah, 1/53.

[4] Al Farqu Bainal Firaq Al Baghdadi, hal 80-81, lihat Al Khawarij, Tarikhuhum Wa Araauhum Al I’tiqadiyah Wa Mauqif Al Islam Minha, DR. Gholib bin ‘Ali ‘Awaji hal 95.

[5] Diringkas dari makalah berjudul Al Ru’yah Al Salafiyah Lil Waaqi’ Al Mu’ashir, tulisan Syaikh Abdullah bin Al ‘Ubailaan. Majalah Ummati edisi 13/Sya’bah 1426-September 2005M hal 8-11 dan Al Takfir wa Dhawaabithuhu, Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Al Ruhaili, cetakan pertama tahun1426H, Dar Al Imam Al Bukhari.

[6] Majmu’ Al Fatawa, 13/30-31

[7] Majmu’ Fatawa, 20/140

[8] Majmu’ Al Fatawa, 35/69-70

[9] Majmu’ Al Fatawa, 19/71-73

[10] Maqaalat Islamiyyin, 1/168 dinukil dari Al Takfir Wa Dhawabithuhu, hal 173.

[11] Majmu’ Al Fatawa, 3/279

[12] Majmu’ Al Fatawa, 3/355

[13] Majalah Umati edisi 13/Sya’bah 1426-September 2005M hal 11

[14] ibid

[15] Maqaalat Islamiyyin, 1/204 dinukil dari Al Takfir Wa Dhowabithuhu, hal 174

[16] Talbis Iblis hal 130-131 dinukil dari Al Takfir Wa Dhawabithuhu, hal 174


0 komentar:


Posting Komentar

ist tes upload

Banner Link Islami

Bisnis dan rezeki

pengusaha Photobucket

Pustaka Sunnah

tibyan naba

Blog Archive